Beberapa isu antara lain konflik agraria yang kian memanas di berbagai wilayah Kepulauan Riau. Perobohan Hotel Pura Jaya di Batam yang kuat dugaan ada campur tangan pihak kuat, konflik lahan di Teluk Bakau dan Baloi Kolam, serta polemik besar dalam proyek strategis nasional Rempang Eco City di Batam menjadi cermin nyata kegagalan negara dalam menjamin hak atas tanah bagi masyarakat. Negara seolah menjadi alat kepentingan investor dan pengusaha besar, yang dengan mudah menggilas kepentingan warga lokal yang telah bermukim puluhan tahun. Langkah aparat yang membiarkan intimidasi dan bahkan dugaan kekerasan dalam proses penggusuran, jelas menunjukkan keberpihakan yang menyimpang dari konstitusi.
Tak hanya itu, Provinsi Kepulauan Riau kini juga menjadi salah satu pusat kejahatan transnasional yang mengkhawatirkan, yakni tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Fenomena ini merebak di wilayah perbatasan, seperti Batam dan Karimun, dengan modus penyaluran tenaga kerja ilegal ke luar negeri. Ironisnya, praktik ini diduga melibatkan jaringan mafia yang rapi dan terselubung, bahkan kuat indikasi adanya pembiaran atau keterlibatan oknum penegak hukum. Ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan hukum itu sendiri.
Selain itu, proyek pembangunan Pelabuhan Batu Ampar yang menelan anggaran besar, kini turut diselimuti aroma korupsi. Dugaan penggelembungan anggaran, ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan, dan lambannya progres pengerjaan patut menjadi sorotan serius aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan. Uang rakyat tidak boleh menjadi bancakan segelintir elit yang bermain dalam proyek-proyek strategis yang mestinya untuk kesejahteraan publik.
Isu lain yang tak kalah mendesak adalah maraknya peredaran rokok ilegal di Kepulauan Riau. Batam dan sekitarnya sudah lama menjadi sarang empuk penyelundupan rokok tanpa pita cukai, yang berdampak pada kerugian negara dan mengganggu tatanan ekonomi lokal. Fakta ini menegaskan bahwa aparat kepolisian, bea cukai, dan instansi terkait gagal menjalankan fungsinya secara optimal. Bahkan kuat dugaan adanya kongkalikong antara mafia rokok ilegal dengan oknum yang seharusnya menjadi garda terdepan penindakan.
Menanggapi kondisi ini, Koordinator Daerah BEM SI Kerakyatan Kepulauan Riau, Alexander Manurung, dengan tegas menyampaikan sikap kerasnya. “Kami menolak segala bentuk pembiaran terhadap praktik mafia yang menjajah hak rakyat! Kami melihat penegakan hukum di Kepulauan Riau hari ini lemah, tidak berpihak kepada rakyat kecil, bahkan cenderung berkompromi dengan kepentingan elit dan mafia. Di tengah konflik agraria yang brutal, praktik perdagangan orang yang menjijikkan, korupsi proyek pelabuhan yang menggila, hingga peredaran rokok ilegal yang merajalela, di mana negara?” tegas Alexander dalam pernyataannya di Batam.
Alexander juga menambahkan, “ Kami mendesak Kapolda Kepri, Kajati Kepri, dan seluruh aparat penegak hukum untuk berhenti menjadi penonton! Tangkap para mafia tanah, usut tuntas perdagangan orang, bongkar jaringan korupsi pelabuhan, dan tindak tegas peredaran rokok ilegal. Bongkar semua kejahatan yang terstruktur, jangan tunggu rakyat mengambil jalan keadilan mereka sendiri. aparat hukum harus berpihak ke rakyat dan membantu rakyat, rakyat bersama mahasiswa akan berdiri di barisan terdepan membelamu jika aparat berani menuntut perubahan.”
BEM SI Kerakyatan Daerah Kepulauan Riau menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar advokasi isu, tetapi panggilan nurani, kepada presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan masa depan hukum di daerah perbatasan yang rawan dimanfaatkan oleh para penjahat berhidung belang. Kami akan terus mengawal, menyuarakan, dan menekan setiap ketimpangan hukum di provinsi ini, dengan kekuatan moral, intelektual, dan keberpihakan pada rakyat.
Narahubung :
Koordinator BEMSI Kepri
Alex Manurung : 0896 2020 7250