BeritaInternasionalPolitik

Konflik Israel-Iran: Bara di Timur Tengah yang Menyulut Krisis Global dan Ancaman Kehancuran Ekonomi Dunia

×

Konflik Israel-Iran: Bara di Timur Tengah yang Menyulut Krisis Global dan Ancaman Kehancuran Ekonomi Dunia

Sebarkan artikel ini

Jakarta, 23 Juni 2025 — Dunia kembali diguncang oleh meningkatnya eskalasi konflik antara dua kekuatan besar di Timur Tengah: Israel dan Iran. Ketegangan yang telah lama terpendam kini berubah menjadi bara api yang tak hanya membakar kawasan, tetapi mengancam akan menyulut krisis global berskala luas. Tidak hanya nyawa manusia yang terancam, namun ekonomi dunia pun tengah berada di ambang kehancuran jika konflik ini terus dibiarkan berlarut-larut.

Konflik bersenjata antara Israel dan Iran tidak terjadi dalam ruang hampa. Keduanya adalah negara yang memiliki posisi strategis di jalur perdagangan energi dunia. Iran, sebagai salah satu produsen minyak utama dunia, dan Israel, sebagai mitra strategis ekonomi dan militer bagi banyak negara Barat, memegang peranan penting dalam keseimbangan geopolitik global. Ketika dua kekuatan ini saling serang, maka pasar global bereaksi secara langsung. Harga minyak melonjak tajam, pasar saham mengalami tekanan luar biasa, dan rantai pasok global kembali terguncang—seolah dunia belum cukup pulih dari dampak pandemi dan perang di Ukraina.

Dampak lanjutan dari konflik ini tak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga menciptakan instabilitas politik yang merambat ke berbagai belahan dunia. Negara-negara yang terlibat dalam poros pendukung kedua belah pihak—baik yang terang-terangan berpihak kepada Israel maupun kepada Iran—ikut terseret dalam pusaran ketegangan internasional. Ini adalah permainan geopolitik yang sangat berisiko. Pilihan untuk berpihak dalam konflik yang berdarah dan tidak manusiawi justru dapat membawa kehancuran bagi banyak bangsa, termasuk negara-negara yang tengah membangun dan sangat bergantung pada stabilitas global untuk menjaga laju ekonominya.

Bagi negara seperti Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya, konflik ini menimbulkan ancaman multidimensi. Harga komoditas melonjak, inflasi meningkat, dan ancaman terhadap stabilitas ekonomi menjadi nyata. Ketergantungan terhadap minyak mentah impor dan bahan baku dari kawasan Timur Tengah membuat negara-negara seperti kita berada dalam posisi rawan. Ancaman krisis energi bukan hanya spekulasi, melainkan potensi nyata yang bisa memicu keresahan sosial dalam negeri. Dunia usaha tertekan, investasi tertunda, dan rakyat kecil kembali harus menanggung beban terbesar akibat konflik yang tidak mereka ciptakan.

Konflik ini juga membuktikan bagaimana ego kekuasaan dapat menutup pintu perdamaian dan kemanusiaan. Ribuan jiwa melayang, jutaan orang hidup dalam ketakutan, dan generasi muda kehilangan harapan untuk masa depan yang damai. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang tidak bisa lagi disaksikan dengan diam. Duka Palestina, trauma rakyat Iran, dan penderitaan warga Israel yang tak bersalah harus menjadi peringatan bahwa perang tidak akan pernah membawa solusi. Yang ada hanyalah luka panjang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Di tengah kegelapan yang menyelimuti Timur Tengah, dunia internasional seharusnya tidak memperkeruh suasana dengan memperuncing perbedaan. Sebaliknya, sudah saatnya kita mengambil posisi netral, berperan sebagai jembatan perdamaian, dan menegaskan kembali bahwa jalur diplomasi adalah satu-satunya jalan keluar yang bermartabat. Netralitas bukanlah kelemahan. Justru, dalam kondisi ini, sikap netral adalah keberanian sejati: keberanian untuk tidak terjebak dalam logika perang dan pembalasan, serta komitmen untuk menjaga martabat kemanusiaan di atas kepentingan politik sesaat.

Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip perdamaian dunia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, harus tetap berdiri di atas prinsip non-blok dan menyerukan penyelesaian damai melalui jalur diplomatik. Seruan untuk gencatan senjata harus digaungkan, bantuan kemanusiaan harus diperkuat, dan forum-forum internasional harus dimobilisasi untuk menghentikan kekerasan ini.

Kami, dari kalangan mahasiswa dan pemuda Indonesia menyerukan kepada seluruh pihak—terutama masyarakat internasional dan pemerintah negara-negara besar—untuk tidak bermain api di tengah konflik yang sudah menyala. Apapun bentuk dukungan militer, logistik, atau ekonomi kepada salah satu pihak yang sedang bertikai hanya akan memperpanjang derita umat manusia.

Doa kami menyertai semua korban konflik ini. Namun lebih dari itu, suara kami adalah suara untuk perdamaian, suara untuk masa depan dunia yang lebih baik, dan suara untuk menolak segala bentuk peperangan yang mengorbankan kemanusiaan demi ambisi politik dan supremasi kekuasaan. Dunia tidak membutuhkan peluru dan rudal—dunia butuh dialog, keadilan, dan keberanian untuk berdamai.

marilah kita, sebagai warga global yang bertanggung jawab, tidak memperkeruh keadaan dengan berpihak secara membabi buta. Dunia ini milik kita bersama, dan kehancuran di satu belahan dunia akan berdampak pada semuanya. Maka, bersikap netral, bijak, dan terus mendoakan terwujudnya perdamaian adalah langkah paling logis dan beradab yang bisa kita tempuh hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *