KABARCAKRAWALA.COM – Denpasar, Pelaku pariwisata meminta otoritas yakni pemerintah melakukan evaluasi dan review terhadap infrakstruktur transportasi. Diantaranya kondisi jalan, lampu pengatur lalu lintas, pembatasan usia kendaraan, ketersediaan lahan parkir, termasuk penerjunan petugas melakukan monitoring. Hal tersebut menyusul ‘insiden’ kemacetan parah yang sempat melanda Bali pada puncak liburan Natal dan Tahun Baru 2024 lalu.
“Kami kira, evaluasi tidak bisa ditawar lagi,” ujar I Nyoman Astama, Wakil Ketua III Gabungan Industri Pariwisata Bali (GIPI Bali), Minggu (7/1).
Menurut Astama, kemacetan tersebut sejatinya merupakan masalah klasik. Namun sampai sekarang, sepertinya belum ada solusinya. Berharap hal itu tidak terulang lagi, itulah pihaknya meminta pihak otoritas, yakni pemerintah melalui organisasi perangkat daerah (OPD) maupun instansi terkait segera melakukan evaluasi.
“Ini (awal tahun baru 2024) dipakai moment untuk itu,” saran Astama yang juga Dirut Lian Education and Development (LEAD) Hospitality and Business School, Denpasar.
Sebagai masukkan ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Diantaranya kondisi jalan di Bali. Menurutnya, kalau membuat jalan baru tak mungkin karena keterbatasan lahan, sehingga yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan ruas jalan yang sudah ada. Misalnya menambah lebar barangkali setengah meter, pada jalan yang sudah ada.
“Di lapangan, kan ada ruas jalan yang tidak merata pengaspalannya. Itu yang bisa ditambah aspal kiri dan kanannya,” ujarnya.
Atau pelebaran jalan dengan menutup aliran sungai seperti di Jalan Imam Bonjol, Denpasar. “Atasnya dibeton dijadikan badan jalan, sedangkan bawahnya tetap berfungsi sebagai sungai.”
Selanjutnya mengatur usia kendaraan. Kata Astama, mungkin bisa ada semacam batasan, usia maksimal kendaraan yang boleh beroperasi. Tujuannya mengurangi volume kendaraan di jalan.
Kemudian mereview kembali durasi nyala traffic light atau lampu lalu lintas. Terutama antara lampu hijau (boleh jalan) dengan lampu merah (berhenti) jalan.
“Menurut hemat kami, durasi nyala lampu hijau yang diperpanjang. Sedang durasi lampu merah diperpendek,” kata Astama.
Selanjutnya, setiap pemilik kendaraan wajib memiliki tempat parkir sudah saatnya diterapkan.
Tentu saja pengawasan dan monitoring oleh aparat atau petugas, terutama untuk kawasan-kawasan yang kerap memicu kemacetan pada musim-musim liburan. “Dengan teknologi seperti drone, pemantauan kan bisa dilakukan.”.
Dan semua itu, tentu saja dukungan dari masyarakat sendiri. Artinya kebijakan pemerintah untuk solusi kemacetan mesti di-support masyarakat. Kalau tidak, tentunya kebijakan dimaksud tidak efektif.
“Kita semua tentu tak ingin kemacetan terulang kembali, karena itu mencoreng citra Bali sebagai tujuan wisata,” tegas tokoh pariwisata asal Sesetan, Denpasar.
Dijelaskan penyebab kemacetan parah menuju ke Bandara Ngurah Rai pada 29 Desember lalu karena terjadi bottleneck atau penyempitan lebar jalan pada akses masuk maupun keluar bandara. Akibatnya jumlah kendaraan melampaui kapasitas jalan.
Guru besar ilmu transportasi Universitas Udayana (Unud) Putu Alit Suthanaya menyebut kemacetan horor itu merupakan warning untuk masa mendatang, bahwa kapasitas jalan dari atau ke bandara sudah tidak mampu lagi menampung luapan kendaraan pada kondisi puncak liburan.
“Keberadaan jalan tol pun tidak banyak membantu mengatasi masalah akibat terjadinya bottleneck pada exit tol. Kemacetan juga terjadi pada akses jaringan jalan utama menuju ke tempat-tempat wisata,” jelas Alit.
Hal yang sama dapat terulang kembali di akhir tahun 2024, sehingga dibutuhkan antisipasi sejak dini. Alit menegaskan, pembangunan sistem angkutan umum massal merupakan salah satu solusi yang memungkinkan untuk dilakukan dalam rangka untuk mengurangi beban lalu lintas.