Batam, 21 April 2025 – Kawasan Baloi Kolam di Kota Batam kembali menjadi sorotan publik setelah mencuatnya berbagai persoalan yang menyelimuti proyek pembangunan di wilayah tersebut. Pembangunan yang semula digadang-gadang sebagai langkah percepatan modernisasi kawasan, kini justru menimbulkan beragam pertanyaan serius mengenai keberpihakan, keadilan sosial, serta dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Di tengah geliat pembangunan yang masif, konflik sosial dan isu penggusuran terhadap masyarakat yang telah lama bermukim di kawasan tersebut justru memperlihatkan wajah buram dari proses pembangunan yang jauh dari prinsip keadilan. Belum lagi persoalan transparansi legalitas proyek, ketidakjelasan relokasi warga, hingga ancaman kerusakan lingkungan akibat alih fungsi kawasan hijau menjadi lahan komersial.
Masyarakat sekitar yang sebagian besar merupakan kelompok rentan, saat ini menghadapi ketidakpastian hidup. Mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga ruang hidup dan identitas sosial yang telah mereka bangun selama puluhan tahun.
Kurangnya Peran Nyata Pemerintah
Ironisnya, hingga hari ini, pemerintah daerah terkesan lamban dan enggan hadir secara konkret dalam penyelesaian konflik yang muncul. Tidak terlihat adanya mekanisme mediasi yang berpihak pada warga, maupun kejelasan arah pembangunan yang menjamin keseimbangan antara investasi dan hak-hak masyarakat lokal.
Kekosongan regulasi dan minimnya pengawasan atas aktivitas pembangunan oleh pengembang turut memperkuat dugaan bahwa proyek ini dijalankan dengan orientasi keuntungan semata. Situasi ini membuat publik mempertanyakan: apakah proyek Baloi Kolam akan dilanjutkan dengan mengabaikan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan, ataukah dihentikan demi perbaikan dan penataan ulang yang berpihak kepada rakyat?
Menanggapi situasi ini, Alexander Manurung, Aktivis Mahasiswa Kepulauan Riau sekaligus Koordinator Daerah BEM SI Kerakyatan Kepulauan Riau, menyampaikan sikap tegas:
“Pembangunan tidak boleh menjelma menjadi alat penindas bagi masyarakat kecil. Apa yang terjadi di Baloi Kolam adalah bentuk nyata dari pembangunan yang eksploitatif, tanpa prinsip partisipasi publik, dan jauh dari keberpihakan pada rakyat. Kami menuntut kehadiran nyata pemerintah, bukan sebagai pelindung investor semata, tetapi sebagai pengayom rakyat yang terancam hak dasarnya.”
“Kami mendesak Wali Kota Batam, Kepala BP Batam, dan Gubernur Kepri untuk turun langsung ke lokasi, menghentikan sementara proses pembangunan, dan melakukan audit menyeluruh terhadap legalitas serta dampak sosial-lingkungan proyek tersebut. Bila tidak ada komitmen atas keadilan dan keberlanjutan, maka proyek ini lebih baik dihentikan.” Ungkap Alex Saat Di temui media
Alexander juga menegaskan bahwa BEM SI Kerakyatan Kepulauan Riau akan terus melakukan pengawalan dan advokasi terhadap warga terdampak, termasuk membangun koalisi sipil dan menggalang kekuatan mahasiswa di tingkat nasional.
“Kami siap turun ke jalan, menggugat ketidakadilan ini, dan membawa isu ini hingga ke pusat. Pembangunan sejati bukan sekadar beton dan gedung, tapi memastikan setiap warga memiliki hak yang setara atas ruang hidup”.Pungkasnya
Direformulasi
Arah Pembangunan Harus Direformulasi
Dengan situasi yang kian genting, pemerintah dan pemangku kepentingan harus menjawab: apakah pembangunan Baloi Kolam akan dilanjutkan tanpa koreksi atau dihentikan demi menyusun ulang perencanaan yang lebih adil dan berkelanjutan? Jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi cerminan arah pembangunan Kota Batam di masa depan.